KOMPAS/LUCKY PRANSISKAPengunjuk rasa dari Komite aksi Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi membentangkan spanduk dan poster foto Muhammad Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni di depan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (29/2/2012).
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buron Neneng Sri Wahyuni di kediamannya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (13/6/2012).
Neneng merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com membenarkan kalau Neneng sudah diikuti tim penyidik KPK sejak di Batam.
Dia masuk ke Indonesia lewat Batam kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Soekarno-Hatta. Juru Bicara KPK, Johan Budi melalui pesan singkat menjelaskan, Neneng mendarat di Cengkareng sekitar pukul 11.30 WIB.
"Lalu diikuti oleh tim KPK, ternyata menuju ke rumahnya di kawasan Pejaten," kata Johan.
Sebelumnya, lanjut dia, tim penyidik KPK sempat kehilangan jejak Neneng hingga akhirnya berhasil menangkap istri Muhammad Nazaruddin itu sekitar pukul 15.30 WIB.
Busyro menegaskan, Neneng bukan menyerahkan diri seperti yang disampaikan tim pengacara Nazaruddin. Menurutnya, penyidik KPK lah yang menangkap Neneng.
Kemudian sekitar pukul 16.58 WIB, Neneng tampak tiba di gedung KPK, Kuningan, Jakarta dengan dikawal tim penyidik KPK. Ia mengenakan terusan panjang lengkap dengan selendang yang menutupi wajahnya. Neneng juga terlihat membawa bantal berwarna merah.
Saat diberondong pertanyaan pewarta, Neneng bungkam.
Adapun Neneng tidak terlacak keberadaannya setelah Nazaruddin tertangkap di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011 lalu. Neneng dan Nazaruddin menjadi buronan sejak bertolak ke Singapura pada 23 Mei 2011 lalu.
Nazaruddin sendiri divonis empat tahun sepuluh bulan dalam kasus suap wisma atlet SEA Games 2011. Neneng dan Nazaruddin diduga memperoleh keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek PLTS. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo Nuratama yang dipakai benderanya oleh Nazaruddin dan Neneng. Kemudian dalam pengerjaannya, proyek itu disubkontrak ke beberapa perusahaan lain.
KPK menemukan kerugian negara sekitar Rp 3,8 miliar terkait proyek tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buron Neneng Sri Wahyuni di kediamannya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (13/6/2012).
Neneng merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com membenarkan kalau Neneng sudah diikuti tim penyidik KPK sejak di Batam.
Dia masuk ke Indonesia lewat Batam kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Soekarno-Hatta. Juru Bicara KPK, Johan Budi melalui pesan singkat menjelaskan, Neneng mendarat di Cengkareng sekitar pukul 11.30 WIB.
"Lalu diikuti oleh tim KPK, ternyata menuju ke rumahnya di kawasan Pejaten," kata Johan.
Sebelumnya, lanjut dia, tim penyidik KPK sempat kehilangan jejak Neneng hingga akhirnya berhasil menangkap istri Muhammad Nazaruddin itu sekitar pukul 15.30 WIB.
Busyro menegaskan, Neneng bukan menyerahkan diri seperti yang disampaikan tim pengacara Nazaruddin. Menurutnya, penyidik KPK lah yang menangkap Neneng.
Kemudian sekitar pukul 16.58 WIB, Neneng tampak tiba di gedung KPK, Kuningan, Jakarta dengan dikawal tim penyidik KPK. Ia mengenakan terusan panjang lengkap dengan selendang yang menutupi wajahnya. Neneng juga terlihat membawa bantal berwarna merah.
Saat diberondong pertanyaan pewarta, Neneng bungkam.
Adapun Neneng tidak terlacak keberadaannya setelah Nazaruddin tertangkap di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011 lalu. Neneng dan Nazaruddin menjadi buronan sejak bertolak ke Singapura pada 23 Mei 2011 lalu.
Nazaruddin sendiri divonis empat tahun sepuluh bulan dalam kasus suap wisma atlet SEA Games 2011. Neneng dan Nazaruddin diduga memperoleh keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek PLTS. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo Nuratama yang dipakai benderanya oleh Nazaruddin dan Neneng. Kemudian dalam pengerjaannya, proyek itu disubkontrak ke beberapa perusahaan lain.
KPK menemukan kerugian negara sekitar Rp 3,8 miliar terkait proyek tersebut.