sukhoi superjet 100 edited. merdeka.com/ilustrasi/alphon
Presiden ke-3 BJ Habibie diminta dilibatkan dalam penyelidikan kecelakaan Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat. Sebabnya, Habibie merupakan tokoh bangsa yang memiliki kemampuan handal di bidang penerbangan.
”Di samping itu, karena ini sudah menyangkut wilayah kerjasama antara Indonesia dan Rusia terkait aspek penyelidikannya, maka sebaiknya melibatkan mantan Presiden Prof DR Ing BJ Habibie sebagai satu-satunya pakar dalam bidang aeronautika (ilmu penerbangan) milik bangsa Indonesia yang diakui dunia internasional,” jelas Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, lewat siaran pers, Minggu (13/5).
Menurut anggota Dewan Pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Pusat itu, dengan melibatkan tokoh sekaliber Habibie akan mempermudah analisis penyebab terjadinya kecelakaan, sehingga upaya pengungkapan tidak justru terfokus pada perdebatan teknis di antaranya mengenai faktor kesalahan petugas ataupun fasilitas sistem menara kontrol lalu lintas udara yakni ATC (Air Traffic Control) di Bandara Soekarno-Hatta, termasuk dugaan adanya kesalahan pilot (human error).
”Jelas, ini pekerjaan tidak mudah selain tidak bisa dilakukan tergesa-gesa, apalagi sudah mewadahi kepentingan dua pihak antara Indonesia dan Rusia. Dengan demikian, untuk dapat menyentuh permasalahan yang sebenarnya atas peristiwa naas itu, mau tak mau kita harus menyertakan BJ Habibie,” ujarnya.
Keterlibatan BJ Habibie, lanjut Syahganda, juga akan menjadikan hasil penyelidikan bersifat profesional dan independen tanpa perlu terikat pada tarik-menarik kepentingan tertentu.
Pada bagian lain, ia menyebutkan tragedi Sukhoi Superjet 100 hendaknya memberi pelajaran berharga untuk menghidupkan kembali kebanggaan terhadap industri kedirgantaraan nasional, yang kini telah ditinggalkan dan membuat Indonesia sepenuhnya bergantung pada produk pesawat asing.
”Di samping itu, karena ini sudah menyangkut wilayah kerjasama antara Indonesia dan Rusia terkait aspek penyelidikannya, maka sebaiknya melibatkan mantan Presiden Prof DR Ing BJ Habibie sebagai satu-satunya pakar dalam bidang aeronautika (ilmu penerbangan) milik bangsa Indonesia yang diakui dunia internasional,” jelas Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, lewat siaran pers, Minggu (13/5).
Menurut anggota Dewan Pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Pusat itu, dengan melibatkan tokoh sekaliber Habibie akan mempermudah analisis penyebab terjadinya kecelakaan, sehingga upaya pengungkapan tidak justru terfokus pada perdebatan teknis di antaranya mengenai faktor kesalahan petugas ataupun fasilitas sistem menara kontrol lalu lintas udara yakni ATC (Air Traffic Control) di Bandara Soekarno-Hatta, termasuk dugaan adanya kesalahan pilot (human error).
”Jelas, ini pekerjaan tidak mudah selain tidak bisa dilakukan tergesa-gesa, apalagi sudah mewadahi kepentingan dua pihak antara Indonesia dan Rusia. Dengan demikian, untuk dapat menyentuh permasalahan yang sebenarnya atas peristiwa naas itu, mau tak mau kita harus menyertakan BJ Habibie,” ujarnya.
Keterlibatan BJ Habibie, lanjut Syahganda, juga akan menjadikan hasil penyelidikan bersifat profesional dan independen tanpa perlu terikat pada tarik-menarik kepentingan tertentu.
Pada bagian lain, ia menyebutkan tragedi Sukhoi Superjet 100 hendaknya memberi pelajaran berharga untuk menghidupkan kembali kebanggaan terhadap industri kedirgantaraan nasional, yang kini telah ditinggalkan dan membuat Indonesia sepenuhnya bergantung pada produk pesawat asing.