Alasan Partai Demokrat hingga saat ini belum kunjung bergabung ke partai politik koalisi pendukung Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019, akhirnya terungkap. Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari mengatakan Partai Demokrat keberatan apabila Jokowi mengumumkan calon wakil presidennya pada menit-menit terakhir pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebab, hal itu mempersempit waktu partai-partai politik pendukung untuk mendiskusikan calon wakil presiden pilihan Jokowi itu. "Coba kita lihat koalisi Pak Jokowi. Siapa sih cawapres Jokowi? Kalau kemudian cawapresnya ditentukan di 'last minute', artinya kan koalisi menjadi terkunci.
Hanya dalam waktu beberapa jam saja pendaftaran pasangan calon presiden calon wakil presiden ditutup, partai koalisi menjadi tidak bisa menolak pilihan cawapres itu," ujar Imelda dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
"Inilah yang membuat kami, kalau sudah dikunci begitu, jadi tidak tahu siapa cawapres kita,"lanjut dia. Apalagi, di tengah waktu pembahasan cawapres pilihan Jokowi itu, lanjut Imelda, ada partai politik yang dominan dan menguasai arah keputusan koalisi.
Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut berprinsip, koalisi partai politik seharusnya dibangun bukan dengan cara demikian. Koalisi mesti dibangun berdasarkan keselarasan visi dan misi, kuatnya chemistry satu sama lain serta sikap saling percaya di antara partai politik anggota koalisi. "Tapi kalau koalisi itu dibangun dengan cara mengunci seperti itu, itu tidak memberikan keleluasaan para ketua umum parpol untuk bertemu, membahas terlebih dahulu siapa cawapresnya, itu tidak baik," lanjut dia.
Maka, di tengah kondisi itu, Partai Demokrat pun mewacanakan menduetkan Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2019. Wacana itu, kata Imelda, akan dikomunikasikan dengan partai politik lain, baik dengan partai politik yang sudah bulat mendukung Jokowi atau yang belum. Imelda pun berharap wacana ini diterima oleh mereka. "Bagi ketua umum partai politik yang berharap menjadi cawapres, jika itu tidak bisa mereka dapatkan, hal yang paling mungkin adalah ya berpindah koalisi. Politik saat ini sangat cair," ujar dia.
Presiden Joko Widodo melepas kepergian Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono usai pertemuan di Istana Merdeka, Kamis (9/3/2017). |
Hanya dalam waktu beberapa jam saja pendaftaran pasangan calon presiden calon wakil presiden ditutup, partai koalisi menjadi tidak bisa menolak pilihan cawapres itu," ujar Imelda dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
"Inilah yang membuat kami, kalau sudah dikunci begitu, jadi tidak tahu siapa cawapres kita,"lanjut dia. Apalagi, di tengah waktu pembahasan cawapres pilihan Jokowi itu, lanjut Imelda, ada partai politik yang dominan dan menguasai arah keputusan koalisi.
Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut berprinsip, koalisi partai politik seharusnya dibangun bukan dengan cara demikian. Koalisi mesti dibangun berdasarkan keselarasan visi dan misi, kuatnya chemistry satu sama lain serta sikap saling percaya di antara partai politik anggota koalisi. "Tapi kalau koalisi itu dibangun dengan cara mengunci seperti itu, itu tidak memberikan keleluasaan para ketua umum parpol untuk bertemu, membahas terlebih dahulu siapa cawapresnya, itu tidak baik," lanjut dia.
Maka, di tengah kondisi itu, Partai Demokrat pun mewacanakan menduetkan Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2019. Wacana itu, kata Imelda, akan dikomunikasikan dengan partai politik lain, baik dengan partai politik yang sudah bulat mendukung Jokowi atau yang belum. Imelda pun berharap wacana ini diterima oleh mereka. "Bagi ketua umum partai politik yang berharap menjadi cawapres, jika itu tidak bisa mereka dapatkan, hal yang paling mungkin adalah ya berpindah koalisi. Politik saat ini sangat cair," ujar dia.