Hidayatullah.com—Pemerintah Indonesia dan Malaysia saling bertukar pengalaman dalam pengelolaan keberangkatan haji. Hal itu terjadi ketika Menteri Agama Malaysia, Datuk Sri Jamil beserta rombongan berkunjung ke kantor Kementerian Agama. Mereka datang dengan misi mendapatkan pengetahuan pengelolaan haji di Indonesia.
”Kami datang ke sini untuk belajar dan berbagi pengetahuan dalam pengelolana haji. Karena memang jamaah haji Indonesia sangat banyak jumlahnya,” kata Menteri Agama Malaysia, Datuk Sri Jamil, di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (14/5/2012) malam.
Banyaknya jumlah jamaah haji dipastikan butuh mekanisme pengelolaan yang sangat baik. Bukan hanya dalam pengaturan para jamaah secara teknis, tetapi juga manejemen pengelolaan haji yang diyakini sangat luar biasa.
Menariknya, lanjut Menteri Agama Malaysia, jumlah jamaah haji Indonesia tidak pernah sepi. Angkanya pun terus bertambah. Tetapi masa tunggu haji di Indonesia relatif sangat pendek dibandingkan Malaysia.
”Kami mungkin lemah pada satu hal ini, tapi bisa jadi baik pada sisi lain. Jadi di sinilah kami akan bertukar informasi tentang pengelolaan haji tersebut,” terangnya.
Di Malaysia masa tunggu calon jamaah haji mencapai 30 tahun. Tentu berbeda dengan masa tunggu calon jamaah haji Indonesia, paling tidak di bawah 12 tahun.
Pada mekanisme pengelolaan, Datuk Sri Jamil mengakui, sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Jamaah haji Malaysia pun sejatinya mendapatkan subsidi dari Kerajaan Malaysia. Begitu pula jamaah di Indonesia.
”Di sini terlihat persamaan itu. Kedua negara memberlakukan subsidi bagi jamaah hajinya,” katanya sambil tersenyum kecil.
Berapa besaran subsidi itu? Datuk Sri Jamil menyebutkan nilai subsidi yang diberikan Kerajaan Malaysia bagi setiap jamaah sekitar 4000 RM, dengan total biaya haji sekitar 14 ribu RM. “Jadi jamaah hanya bayar sekitar 10 ribu ringgit saja. Selebihnya Kerajaan Malaysia yang memberikan subsidi itu,” ucapnya.
Terkait mekanisme pengelolaannya, dia menerangkan, pemerintahan Malaysia memang telah memberlakukan pengelolaan haji pada lembaga tersendiri. Sejenis perusahaan yang seluruh tugasnya mempersiapkan haji.
Pada sisi inilah, dia melihat ada perbedaan dalam pengelolaan itu. Di Indonesia pengelolaan masih tetap berada pada kewenangan pemerintah. “Tentu ada lebih dan ada kurangnya. Kita saling belajar,” ucapnya, dalam laman Kemenag.
Sementara itu, Menteri Agama, Suryadharma Ali mengharapkan kerjsama Malaysia dan Indonesia yang sudah lama terjalin dapat terus diperkuat. Hubungan itu tak sebatas pada kerjasama pemerintahan saja, tapi juga budaya dan sosial.
Termasuk pula, tegas dia, dalam kerjasama antarulama dan tokoh agama. Ulama dan tokoh agama di kedua negara perlu saling berbagai informasi dan pengetahuan, terutama dalam persoalan-persoalan hubungan antarumat agama.
”Pantas hubungan ini diperluas pada kerjsama sama antarulama. Mungkin ulama Malaysia memiliki pengetahuan yang sangat dibutuhkan ulama Indonesia, begitu pula sebaliknya,” imbuh Suryadharama Ali.*
Rep: Insan Kamil
Red: Syaiful Irwan