RIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz menyatakan, fakta menunjukkan bahwa rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat miskin yang tidak layak huni angkanya telah mencapai 4,8 juta unit rumah.
Kebanyakan dari mereka tinggal di daerah permukiman kumuh yang luasnya mencapai 57.800 hektar tersebar di seluruh Indonesia.
"Rumah kumuh seluas 57.800 hektar tersebar di Indonesia. Mereka sebagian tidak memiliki jamban, tidak terlayani air bersih dan belum dialiri listrik. Sedangkan dari aspek hukum tanah tempat berdirinya rumah tersebut juga belum memiliki sertifikat tanda bukti hak atas tanah," ujar Djan Faridz di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (16/5/2012).
Menurut data BPS, kata Menpera Djan Faridz, setidaknya ada 15 kriteria masyarakat miskin yang perlu mendapat bantuan dari pemerintah. Dari 15 kriteria tersebut, tujuh di antaranya dapat dilihat dari indikator rumah dan sarana pendukungnya.
Ketujuh kriteria tersebut antara lain rumah berlantai tanah, rumah beratap rumbia, alang-alang, rumah berdinding bambu, rumbia dan tanpa jendela, rumah tidak dialiri listrik, tidak memiliki WC, serta tidak memiliki sumber air minum yang bersih.
Kriteria lainnya dilihat dari indikator keluarga yaitu kemampuan membeli pakaian hanya satu stel per tahun, makan hanya satu sampai dua kali sehari, makan makanan bergizi hanya satu kali seminggu, serta tidak memiliki akses berobat ke Puskesmas, tingkat pendidikan sampai SD, penghasilan kurang dari Rp 600.000 per bulan, memiliki aset kurang dari Rp 500.000 dan tidak mudah dicairkan serta memasak dengan menggunakan kayu, arang atau minyak tanah.
"Masyarakat miskin inilah yang menjadi sasaran penanganan pemerintah melalui program perumahan swadaya dengan kegiatan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni," harapnya.
Kebanyakan dari mereka tinggal di daerah permukiman kumuh yang luasnya mencapai 57.800 hektar tersebar di seluruh Indonesia.
"Rumah kumuh seluas 57.800 hektar tersebar di Indonesia. Mereka sebagian tidak memiliki jamban, tidak terlayani air bersih dan belum dialiri listrik. Sedangkan dari aspek hukum tanah tempat berdirinya rumah tersebut juga belum memiliki sertifikat tanda bukti hak atas tanah," ujar Djan Faridz di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (16/5/2012).
Menurut data BPS, kata Menpera Djan Faridz, setidaknya ada 15 kriteria masyarakat miskin yang perlu mendapat bantuan dari pemerintah. Dari 15 kriteria tersebut, tujuh di antaranya dapat dilihat dari indikator rumah dan sarana pendukungnya.
Ketujuh kriteria tersebut antara lain rumah berlantai tanah, rumah beratap rumbia, alang-alang, rumah berdinding bambu, rumbia dan tanpa jendela, rumah tidak dialiri listrik, tidak memiliki WC, serta tidak memiliki sumber air minum yang bersih.
Kriteria lainnya dilihat dari indikator keluarga yaitu kemampuan membeli pakaian hanya satu stel per tahun, makan hanya satu sampai dua kali sehari, makan makanan bergizi hanya satu kali seminggu, serta tidak memiliki akses berobat ke Puskesmas, tingkat pendidikan sampai SD, penghasilan kurang dari Rp 600.000 per bulan, memiliki aset kurang dari Rp 500.000 dan tidak mudah dicairkan serta memasak dengan menggunakan kayu, arang atau minyak tanah.
"Masyarakat miskin inilah yang menjadi sasaran penanganan pemerintah melalui program perumahan swadaya dengan kegiatan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni," harapnya.