Brebes - Penerimaan siswa baru untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah selesai. Tahun ajaran baru akan dimulai pertengahan bulan Juli 2017.
Sejumlah orangtua murid di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah mengeluhkan adanya sumbangan dana pengembangan sekolah bagi murid baru di sejumlah SMA dan SMK di Brebes.
Orangtua murid mengeluhkan sumbangan tersebut dinilai memberatkan dan tinggi. Mereka menganggap pihak sekolah dan komite sekolah terkesan langsung menentukan besaran iuran tersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan masing-masing wali murid.
Di SMA Negeri 2 Brebes misalnya, wali murid harus membayar iuran sebesar Rp 4 juta untuk dana pengembangan. Jumlah tersebut harus disetorkan sebagai syarat. Selain dana pengembangan, wali murid juga diharuskan membeli atribut dan seragam di koperasi sekolah.
Sementara di sekolah lain, wali murid justru menolak ketika pihak komite meminta membayar uang pengembangan sebagai syarat diterimanya anak mereka sebagai siswa baru.
Mahfudin, salah satu wali murid yang anaknya diterima di SMA Negeri 1 Brebes mengatakan wali murid menolak dan hingga kini belum ada kesepakatan berapa uang yang harus dibayarkan untuk pengembangan sekolah.
"Waktu ada pertemuan antara wali murid dengan pihak komite. Tiba-tiba, kami disodori angka minimal dan maksimal yang harus dibayar," katanya.
Menurutnya dengan adanya ketentuan angka minimal dan maksimal itu terkesan pemaksaan, karena tanpa musyawarah terlebih dulu dengan wali murid. Dalam pertemuan itu, pihak komite sekolah memberikan edaran berisi permintaan sumbangan pengembangan dengan mencantumkan angka minimal sebesar Rp 3,5 juta, Rp 4 juta hingga Rp 4 juta lebih.
"Angka yang disodorkan cukup memberatkan wali murid," katanya.
Menurut Mahfudin, jika sekolah sedang melakukan pembangunan dan membutuhkan bantuan, hendaknya dimusyawahkan dulu dengan wali murid mengenai kebutuhan biayanya. Termasuk juga harus dilaporkan kegiatan pembangunan tahun lalu yang sudah dilaksanakan.
Tidak hanya itu lanjut dia, pihak komite juga harus melaporkan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dan berapa uang wali murid terkumpul pada tahun lalu yang sudah dibelanjakan untuk pembangunan itu.
"Sehingga bisa dihitung sisa kekurangan yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan. Berapa yang harus kami bayar. Ini yang terjadi tidak demikian, dan bertentangan dengan program pemerintah mengenai sekolah gratis atau murah," tambahnya.
Karena tidak adanya kesepakatan dengan wali murid kata dia, pihak sekolah dan komite akhirnya menunda rapat permusyawaratan hingga hingga bulan September yang akan datang.
Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala SMA Negeri 2 Brebes bidang Kesiswaan, Zamzami menjelaskan iuran pengembangan sebesar Rp. 4 juta itu sudah melalui musyawarah dengan wali murid.
"Kami sudah langsung mengundang wali murid setelah ada pengumuman dan mereka sepakat membayar dana pengembangan sekolah," terangnya.
Menurut rencana, uang pengembangan itu akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan gedung pertemuan yang baru. Mengingat gedung aula yang lama kondisinya sudah tua dan tidak layak pakai.
Sedangkan Plt Kepala SMA Negeri 1 Brebes, Winaryo saat ditemui menyangkal telah mematok besaran uang pengembangan bagi siswa baru.
Menurutnya sumbangan minimal yang hars dibayar sebesar Rp 3,5 juta itu baru wacana dan belum dirapatkan. Pihak sekolah menurutnya memang sedang melakukan pembangunan tempat parkir dan ruang serbaguna. Pembangunan ini sudah mulai dari tahun ajaran 2016-2017 dan akan dilanjutkan pada 2017-2017.
Menanggapi keluhan wali murid mengenai mahalnya iuran pengembangan ini, Bupati Brebes, Idza Priyanti mengimbau agar sekolah tidak membebani dengan iuran yang terlalu memberatkan.
"Kalau SMA dan SMK, kan ada iuran tapi kalau SD dan SMP tidak boleh ada pungutan apapun. Kami akan memberikan sanksi administrasi jika ada SD dan SMP yang melakukan pungutan," tegas dia.
Ilustrasi/Karakter anak |
Sejumlah orangtua murid di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah mengeluhkan adanya sumbangan dana pengembangan sekolah bagi murid baru di sejumlah SMA dan SMK di Brebes.
Orangtua murid mengeluhkan sumbangan tersebut dinilai memberatkan dan tinggi. Mereka menganggap pihak sekolah dan komite sekolah terkesan langsung menentukan besaran iuran tersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan masing-masing wali murid.
Di SMA Negeri 2 Brebes misalnya, wali murid harus membayar iuran sebesar Rp 4 juta untuk dana pengembangan. Jumlah tersebut harus disetorkan sebagai syarat. Selain dana pengembangan, wali murid juga diharuskan membeli atribut dan seragam di koperasi sekolah.
Sementara di sekolah lain, wali murid justru menolak ketika pihak komite meminta membayar uang pengembangan sebagai syarat diterimanya anak mereka sebagai siswa baru.
Mahfudin, salah satu wali murid yang anaknya diterima di SMA Negeri 1 Brebes mengatakan wali murid menolak dan hingga kini belum ada kesepakatan berapa uang yang harus dibayarkan untuk pengembangan sekolah.
"Waktu ada pertemuan antara wali murid dengan pihak komite. Tiba-tiba, kami disodori angka minimal dan maksimal yang harus dibayar," katanya.
Menurutnya dengan adanya ketentuan angka minimal dan maksimal itu terkesan pemaksaan, karena tanpa musyawarah terlebih dulu dengan wali murid. Dalam pertemuan itu, pihak komite sekolah memberikan edaran berisi permintaan sumbangan pengembangan dengan mencantumkan angka minimal sebesar Rp 3,5 juta, Rp 4 juta hingga Rp 4 juta lebih.
"Angka yang disodorkan cukup memberatkan wali murid," katanya.
Menurut Mahfudin, jika sekolah sedang melakukan pembangunan dan membutuhkan bantuan, hendaknya dimusyawahkan dulu dengan wali murid mengenai kebutuhan biayanya. Termasuk juga harus dilaporkan kegiatan pembangunan tahun lalu yang sudah dilaksanakan.
Tidak hanya itu lanjut dia, pihak komite juga harus melaporkan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dan berapa uang wali murid terkumpul pada tahun lalu yang sudah dibelanjakan untuk pembangunan itu.
"Sehingga bisa dihitung sisa kekurangan yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan. Berapa yang harus kami bayar. Ini yang terjadi tidak demikian, dan bertentangan dengan program pemerintah mengenai sekolah gratis atau murah," tambahnya.
Karena tidak adanya kesepakatan dengan wali murid kata dia, pihak sekolah dan komite akhirnya menunda rapat permusyawaratan hingga hingga bulan September yang akan datang.
Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala SMA Negeri 2 Brebes bidang Kesiswaan, Zamzami menjelaskan iuran pengembangan sebesar Rp. 4 juta itu sudah melalui musyawarah dengan wali murid.
"Kami sudah langsung mengundang wali murid setelah ada pengumuman dan mereka sepakat membayar dana pengembangan sekolah," terangnya.
Menurut rencana, uang pengembangan itu akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan gedung pertemuan yang baru. Mengingat gedung aula yang lama kondisinya sudah tua dan tidak layak pakai.
Sedangkan Plt Kepala SMA Negeri 1 Brebes, Winaryo saat ditemui menyangkal telah mematok besaran uang pengembangan bagi siswa baru.
Menurutnya sumbangan minimal yang hars dibayar sebesar Rp 3,5 juta itu baru wacana dan belum dirapatkan. Pihak sekolah menurutnya memang sedang melakukan pembangunan tempat parkir dan ruang serbaguna. Pembangunan ini sudah mulai dari tahun ajaran 2016-2017 dan akan dilanjutkan pada 2017-2017.
Menanggapi keluhan wali murid mengenai mahalnya iuran pengembangan ini, Bupati Brebes, Idza Priyanti mengimbau agar sekolah tidak membebani dengan iuran yang terlalu memberatkan.
"Kalau SMA dan SMK, kan ada iuran tapi kalau SD dan SMP tidak boleh ada pungutan apapun. Kami akan memberikan sanksi administrasi jika ada SD dan SMP yang melakukan pungutan," tegas dia.