Iklan

iklan

Beri Grasi Gembong Narkoba, SBY Menjilat Ludah Sendiri!

Jumat, 26 Oktober 2012 | 05.43 WIB Last Updated 2012-12-22T07:58:41Z
Jakarta – : TEKAD perang melawan narkoba terus dikobarkan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini. Namun, peredaran narkoba tidak juga kunjung surut. Bahkan, temuan demi temuan modus baru peredaran narkoba hadir seolah tidak ada yang membendung. Penjara yang mestinya memberikan efek jera, malah menjadi tempat nyaman bagi transaksi zat perusak dan pembunuh itu.
Orang bilang Indonesia adalah surga dunia. Sialnya, Indonesia juga menjadi surga bagi gembong narkoba. Jika di negara lain para bandar narkoba dihukum gantung, maka di negeri ini, perusak generasi muda bangsa itu malah diampuni.
Simak saja yang terjadi pada Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid. Gembong narkoba jaringan internasional yang tertangkap dan dijatuhi hukuman mati itu, akhirnya diampuni oleh presiden.
Deni dibekuk saat berangkat dengan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta, bersama dua rekan sindikatnya. Kasus Deni diputus oleh Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2000. Saat itu PN Tangerang menjatuhkan vonis mati bagi Deni. Vonis itu bahkan dikuatkan hingga putusan kasasi MA yang dijatuhkan pada 18 April 2001. Tetapi vonis itu dimentahkan oleh presiden lewat kewewenangan memberikan grasi.
Grasi untuk Deni dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/G/2012 yang mengubah hukuman Deni dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Keputusan itu ditandatangani pada 25 Januari 2012.
Tidak hanya Deni, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga memberikan grasi kepada gembong narkoba Merika Pranola alias Ola alias Tania. Grasi Ola, yang masih satu kelompok dengan Deni, tertuang dalam Keppres Nomor 35/G/20122 yang ditandatangani 26 September 2011.
Padahal, sebelum Keppres dikeluarkan, Mahkamah Agung telah menyarankan kepada Presiden SBY untuk menolak permohonan grasi dua gembong narkoba itu. Namun, SBY tak bergeming. Ia tetap memutuskan untuk mengabulkan permohonan grasi mereka.
Mahkamah telah mempertimbangkan permohonan dari kedua terpidana mati itu, dan berpendapat bahwa permohonan tidak terdapat cukup alasan untuk dikabulkan. "Oleh karena itu, MA mengusulkan agar permohonan grasi itu ditolak," ungkap juru bicara MA, Djoko Sarwoko, di Gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (12/10/2012) kemarin.
Namun, Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, berdalih bahwa pemberian grasi tersebut dilakukan SBY atas dasar perhatiannya kepada warga negara Indonesia  yang dijatuhi vonis hukuman mati dalam kasus pidana. "Presiden juga sangat concern dengan para WNI terlibat kasus pidana, sehingga dipenjara dan dijatuhi vonis hukuman mati," ujar Julian di Bina Graha, Jakarta, Jumat (12/10/2012).
Tidak hanya kepada Deni, lanjut Julian, terhadap warga negara Indonesia yang menjadi narapidana hukuman mati di luar negeri juga diupayakan permohonan grasi oleh SBY. "Hasilnya sangat banyak WNI terpidana yang sudah diringankan hukumannya, banyak yang mendapatkan grasi atas pidana mati, pengurangan masa hukuman penjara dan dibebaskan," terang Julian.
Bukan kali ini saja presiden mengampuni para gembong narkoba. Terhitung dalam dua tahun terakhir, SBY telah memberikan grasi kepada empat narapidana kasus narkoba. Selain kepada Ola dan Deni, presiden juga pernah memberikan grasi kepada Schapelle Leigh Corby dan Peter Achim Franz Grobmann (53 tahun). Peter merupakan terpidana 5 tahun penjara atas kepemilikan ganja seberat 4,9 gram bruto atau 2,2 gram neto. Keputusan grasi yang diberikan kepada pria berkepala plontos dan bertato itu diambil pada 15 Mei 2012 di Jakarta.
Grasi kepada terpidana Peter Achim berupa pengurangan jumlah pidana selama 2 tahun. Sehingga hukuman pidana penjara yang dijatuhkan kepada terpidana dari pidana penjara selama 5 tahun menjadi pidana penjara selama 3 tahun. Atas pemberian grasi tersebut, Peter yang sudah menjalankan masa hukuman lebih dari satu tahun itu tak lama lagi bakal menghirup udara bebas.
Begitu juga Corby memperoleh remisi sebanyak 25 bulan. Dengan perhitungan sudah ditahan sejak Oktober 2004, plus pengurangan 25 bulan dari remisi dan 5 tahun dari grasi, Corby akan selesai menjalani masa tahanan pada September 2017. Ia berhak mengajukan pembebasan bersyarat jika sudah menjalani 2/3 masa hukuman, sehingga diperkirakan dia bisa bebas pada Mei 2013.
Corby adalah warga Australia yang mendapat grasi melalui Keppres Nomor 22/G Tahun 2012 yang diterbitkan 15 Mei 2012. Sedangkan Grobmann adalah terpidana kasus narkoba asal Jerman, yang dihadiahi grasi dalam Keputusan Presiden (keppres) bernomor 23/G Tahun 2012.
Perlu diketahui, grasi kepada Ola dan Deni baru terungkap sekarang ini melalui Mahkamah Agung. Begitu pun pemberian grasi kepada Corby, awal terungkap bukan melalui istana namun melalui media massa Australia.
Pemberian tiga garasi kepada empat gembong narkoba yang terkait jaringan internasional itu juga bertentangan dengan ucapan presiden SBY sendiri pada 2005 dan 2006. Ketika itu SBY menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengampuni narapidana kasus narkoba.
Istana Negara, 29 Juni 2005: Presiden SBY menyatakan, grasi untuk jenis kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotik tidak akan pernah dikabulkan, termasuk bagi Corby. “INI MENUNJUKKAN KITA TIDAK PERNAH MEMBERI TOLERANSI KEPADA JENIS KEJAHATAN INI,” tegas Yudhoyono saat itu.
Pemberian grasi kepada Corby bertentangan dengan kebijakan pengetatan pemberian remisi pada napi dengan kejahatan luar biasa, seperti korupsi, narkotik, dan terorisme. Bahkan dipertegas lagi oleh Presiden SBY pada tahun 2006:
"SAUDARA KETUA MAHKAMAH AGUNG, SAYA SENDIRI, TENTU MEMILIH UNTUK KESELAMATAN BANGSA DAN NEGARA KITA, MEMILIH KESELAMATAN GENERASI KITA, GENERASI MUDA KITA DIBANDINGKAN MEMBERIKAN GRASI KEPADA MEREKA YANG MENGHANCURKAN MASA DEPAN BANGSA," tegas Presiden saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Anti-Narkoba Internasional yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, pada 30 Juni 2006 silam.
Ketika itu SBY menegaskan, pemerintah tidak akan memberi toleransi kepada para pembuat dan pengedar narkoba. "PEMERINTAH TELAH DAN AKAN TERUS MELAKUKAN PENEGAKKAN HUKUM TANPA PANDANG BULU. PARA PELAKU KEJAHATAN NARKOBA DENGAN SEGALA BENTUK DAN MODUS OPERANDINYA AKAN TERUS KITA LAWAN DENGAN SEKUAT TENAGA," katanya.
Namun, kini presiden SBY bak MENJILAT LUDAH SENDIRI. Ia malah memberikan grasi kepada empat narapidana kasus narkoba dengan alasan kemanusiaan. Tak pelak, kebijakan tersebut menuai kontroversi. Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengaku tidak sepakat dengan langkah yang ditempuh pemerintah memberikan grasi kepada gembong pengedar narkoba.
Menurutnya, kasus narkoba adalah satu dari tiga hal yang dianggap sebagai musuh besar negara, karena bisa menghancurkan sendi-sendi ketahanan dan pertahanan. Termasuk menghancurkan generasi sebagai penerus perjuangan. "Seperti kita tahu, korupsi, terorisme dan narkoba akan merusak tatanan dan menghancurkan negara. Untuk itu PDI Perjuangan tidak sependapat dengan pemberian grasi terhadap pengedar narkoba," kata Puan Maharani usai pembukaan Rakernas II DPP PDI Perjuangan di Surabaya, Jumat, 12 Oktober 2012, seperti dilaporkan Antara.
Bertolak belakang dengan pernyataan MA, kata Julian, Presiden telah pertimbangan Mahkamah Agung sebelum memberikan grasi kepada terpidana narkoba Deni Setia Maharwa. Presiden pun merujuk pada Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. "Presiden juga telah mendapat masukan dari Menteri Politik Hukum dan HAM, Menteri Hukum dan HAM, dan Jaksa Agung," kata Julian.
Inilah kebiasaan buruk pejabat di negeri ini. KETIKA TERUNGKAP KE PUBLIK, SUDAH BIASA PEJABAT SALING LEMPAR TANGAN. Apapun, grasi sudah diberikan atas wewenang presiden. Ini berarti mencederai rasa keadilan dan membiarkan para perusak generasi muda di negeri ini tetap hidup.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Beri Grasi Gembong Narkoba, SBY Menjilat Ludah Sendiri!

Trending Now

Iklan

iklan