Sesuai prinsip dialektika Hegel, kaum Globalis 1] menciptakan 2 kekuatan yang saling berlawanan : Demokratik Liberal yang diwakili Barat, versus Terorisme, yang diwakili Islam politis, untuk memaksa kita agar menerima pilihan akhir mereka, yaitu Tatanan Dunia Baru (New World Order). 2]
Barat (AS, Uni-Eropa) dan Islam telah berupaya memperbaiki hubungan yang telah lama memburuk akibat agresi militer yang senantiasa dilakukan tentara-tentara Barat terhadap negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim hingga saat ini. Barat hanya melakukan retorika dengan slogan-slogan perdamaian dan keamanan dunia, di balik itu mereka justru melakukan aksi-aksi penjarahan gaya baru demi menguras kekayaan alam negeri-negeri Muslim, dengan terlebih dahulu menyebar isu Terorisme di berbagai penjuru dunia. Mitos “Benturan Peradaban” (Clash of Civilizations) Barat dan Islam terus didengungkan ke seluruh penjuru dunia, semata-mata dalam rangka mengobarkan sentimen Dunia terhadap Islam.
Upaya mereka tersebut juga membuahkan hasil dengan terciptanya satu kelompok baru, yaitu Kelompok Islam Liberal, yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai Islam ala Barat.
Keberhasilan Barat menciptakan kelompok ini tak lepas dari PENCITRAAN Barat atas Islam sebagai sebuah agama radikal, fundamental, keras, tak bertoleransi, dengan diperkuat fakta-fakta adanya kelompok Islam radikal yang sebenarnya keberadaannya merupakan rekayasa Barat yang telah lama menciptakan kelompok ini, dan semakin mencuat ke permukaan dengan penokohan seorang teroris yang bak hantu, seorang Wahabi fanatik bernama Osamah bin Laden.
Peter Goodgame, di dalam artikelnya, The Globalists and the Islamists, mengatakan bahwa kaum Globalis mempunyai andil dalam pembentukan dan pembiayaan seluruh organisasi teroris Abad 20, termasuk Mujahidin Afghanistan. Dan sejarah muka-dua (kemunafikan) mereka masih bisa kita lihat, pada abad 18, ketika Organisasi Rahasia Inggris (British Freemasons) menciptakan sekte Wahabi Saudi Arabia, untuk tujuan imperialistis mereka.
DARI WAHABISME KE TERORISME
Agen Rahasia Inggris, Hempher, bertanggung-jawab atas pembentukkan ajaran ekstrim Wahabi, yang disebut-sebut di dalam Mir’at al-Haramain, tulisan seorang mantan panglima pemerintah Turki bernama Ayyub Sabri Pasha antara 1933-1938. Pemerintah Inggris di dalam jajahan-jajahannya sering terlibat dalam penciptaan sekte-sekte, dengan tujuan memecah-belah dan menaklukkan (to Divide and Conquer), sebagaimana kasus sekte Ahmadiyyah Qadiyyan di India pada abad 19, dan Wahabi di Arab Saudi demi menguasai Semenanjung Arab, yang akhirnya dinamai Saudi Arabia.
Rincian konspirasi ini digambarkan secara gamblang dalam dokumen “kecil” yang sudah banyak diketahui : The Memoirs of Mr. Hempher 3] yang dipublikasikan dengan berseri (dalam 7 bagian) di dalam surat kabar berbahasa Jerman, Spiegel, yang kemudian juga dipublikasikan surat kabar terkemuka Perancis. Seorang dokter Libanon menerjemahkan dokumen ini ke dalam bahasa Arab dan dari sini dokumen tersebut diterjemahkan ke bahasa Inggris dan berbagai bahasa.
Dokumen ini merupakan laporan pertanggung-jawaban tangan pertama, oleh Hempher dalam misinya untuk pemerintah Inggris, yang mengirimnya ke Timur Tengah untuk menemukan cara meruntuhkan Kesultanan Turki Utsmani (the Ottoman Empire).
Di antara cara-cara busuk pemerintah Inggris adalah mensponsori rasisme, nasionalisme, alkohol, perjudian, perzinahan, dan melucuti hijab perempuan-perempuan Muslim. Namun strategi terpenting mereka adalah ajaran-ajaran anti bid’ah ke dalam pemikiran kaum Muslim dan kemudian mengkritik Islam untuk menjadi sebuah agama teror. Untuk tujuan ini, Hempher menempatkan secara khusus seseorang bernama Muhammad Ibn Abdul-Wahhab. 3b]
Sebagai bagian strategi Memecah-belah dan Menaklukkan (Devide & Conquer), pemerintah Inggris ingin mengadu-domba Muslim Arab dengan saudara Turki mereka. Satu-satunya cara untuk mewujudkannya adalah menemukan celah atau lasan dengan menggunakan hukum Islam sehingga orang-orang Arab (badui) ini dapat menyatakan bahwa orang-orang Turki telah menyimpang dari agama Islam. Akhirnya, Muhammad bin Abdul-Wahhab dijadikan alat oleh pemerintah Inggris agar bisa menyatakan secara tidak langsung gagasan busuk ini kepada kaum Muslim Jazirah Arab ini.
Pada dasarnya, Ibn Abdul-Wahhab ini hanya menyusun gagasan sederhana dengan membid’ahkan tindakan-tindakan semisal berdoa kepada para awliya’ (kekasih Tuhan) dan mengkafirkan saudara-saudara seiman mereka, orang-orang Turki, sehingga dengan demikian orang-orang Arab badui – pengikut Ibn Abdul-Wahhab – ini dibolehkan secara hukum untuk membunuh/memerangi siapa saja (termasuk orang-orang Turki) yang menolak gagasan pembaharuan mereka dan memperbudak wanita-wanita serta anak-anak mereka.
Gagasan Ibn Abdul-Wahhab ini berlaku untuk siapa pun di dunia ini, kecuali mereka yang bersedia menerima gagasan Wahabi yang telah jauh menyimpang ini. Tentu saja Gerakan Wahabi ini tidak berarti apa-apa jika tanpa bantuan dari keluarga Saudi, yang meskipun menyatakan sebaliknya, sebenarnya mereka adalah keturunan para pedagang Yahudi (Jewish merchants) dari Irak.
Para ahli hukum dari Ahlus-Sunnah wal Jamaah pada masa itu mencap kaum Wahabi telah menyimpang dan mengutuk fanatisme dan ketidaktoleranan mereka. Meskipun demikian, kaum Wahabi justru memperlihatkan kejijikan mereka – karena menganggap diri merekalah yang sebenarnya beriman – tanpa pandang bulu membantai kaum Muslim dan non-Muslim.
Kemudian kaum Wahabi menghancurkan semua makam-makam dan tanah suci kaum Muslim. Mereka mencuri harta benda peninggalan Nabi (saw), termasuk kitab-kitab berharga, karya-karya seni dan barang-barang berharga yang tak terkira banyaknya lalu mengirimnya ke kota. Kitab-kitab kuno berharga yang ditulis di atas kulit, dijadikan sandal oleh Wahabi-wahabi kriminal ini.
Kesultanan Turki Utsmani ini berhasil mematahkan pemberontakan Wahabi yang pertama, namun sekte Wahabi ini dibangkitkan kembali di bawah kepemimpinan Saudi Faysal I. Gerakan ini kemudian dipulihkan kembali sampai sekali lagi dibinasakan pada ujung abad 19.
Setelah Perang Dunia I, wilayah-wilayah kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani dipecah-pecah menjadi rezim-rezim boneka. 4]
Karena membantu pemerintah Inggeris (pihak Barat) dalam mengikis-habis kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani, Ibn Saud dihadiahi dengan mendirikan Kerajaan Saudi Arabia (the Kingdom of Saudi Arabia) pada 1932.
Setahun kemudian, pada 1933, keluarga Saudi memberikan konsesi minyak kepada California Arabian Standard Oil Company (Casoc), yang merupakan afiliasi perusahaan minyak Standard Oil of California (Socal, sekarang Chevron), yang dikepalai oleh agen Rothschild, dan Rockefeller, yang semuanya adalah kerjasama perusahaan-perusahaan minyak Amerika Serikat. 5]
Sejak itu, Kerajaan Saudi Arabia telah menjadi sekutu paling utama Barat di Timur Tengah, tidak hanya siap menyediakan akses cadangan minyak yang berlimpah, tetapi juga melunakkan agresi Arab terhadap Israel.
Berkaitan dengan kemunafikan nyata rezim ini (Saudi), adalah perlu menindas secara brutal orang-orang yang berbeda paham dengan mereka. Aspek-aspek penting lainnya adalah MELARANG KERAS para ulama membicarakan POLITIK, agar dengan demikian tak seorang pun bisa mengkritik rezim ini.
Di dalam buku The Two Faces of Islam, Stephen Schwartz menulis, “Mereka (para pangeran dan raja Saud) senang mengunjungi kedai-kedai minuman (keras), tempat judi (casino), rumah-rumah bordil…mereka membeli mobil-mobil mewah, jet-jet pribadi, kapal pesiar yang seukuran dengan kapal perang.
Mereka menanam modal dengan membeli karya-karya seni Barat yang mereka sendiri tidak memahami atau menyukainya dan sering menyakiti perasaan ulama Wahabi. Mereka berfoya-foya sekehendak hati mereka, menjadi pelindung (patron) perbudakan seks internasional dan eksploitasi anak-anak.”
Itulah hasilnya, agar tampak mendukung Islam, rezim Saudi dan ulama-ulama bonekanya telah mengembangkan sebuah Islam versi mereka (Wahabi) yang menekankan rincian aturan-aturan agama, dengan membantu memahami realitas politik yang lebih luas.
Perilaku mereka yang mendorong penafsiran hukum-hukum Islam secara literal, secara otomatis mengijinkan Bin Laden mengeksploitasi al-Quran untuk pembenaran tindakan membunuh orang-orang yang tak berdosa.
Akhirnya, keberlimpahan petro-dollar Rothschild memenuhi koper-koper keluarga Saudi memungkinkan mereka mempropagandakan Islam versi mereka yang nilainya rendah (Wahabisme) ke seluruh penjuru dunia, terutama ke AS, di mana mereka mensubsidi di atas 80% masjid-masjid di sana, versi Islam yang menggantikan kesadaran politik pengikutnya dengan desakan dogma pada fanatisme ritual.
Pada 1999, Raja Fahd dari Kerajaan Saudi Arabia menghadiri pertemuan Bildberg, untuk mendiskusikan perannya dalam minatnya yang lebih jauh untuk pemerintahan dunia. Secara jelas, keluarga Saudi merupakan bagian dari manuver kebohongan dari The Illuminati Network. 6]
Keterlibatan mereka dalam akumulasi petro-dollar merangsang mereka untuk membiayai terorisme global, dari Afghanistan sampai Bosnia, hanya dengan tujuan agar dunia membenci dan melawan Islam.
_________________________________________
Catatan Kaki :
[1] AS, Zionis Israel & Uni-Eropa (pent.) David Livingstone, Wahhabi Terrorism To Destroy Islam – No More Islamic Than Billy Graham
[2] Istilah New World Order ini mencuat lagi ketika AS, Israel dan Uni-Eropa memaksa pemerintah Libanon mengikuti keinginan-keinginan mereka, dan menghasut mereka agar bersedia melucuti senjata Hizbullah yang berhasil mengalahkan Israel pada perang 32 hari pada Juli 2006 lalu. Barat menginginkan agar umat Islam tidak berpolitik. Sesuai pesanan Barat, syekh-syekh Wahabi termasuk Bin Baz, pun berfatwa mengharamkan berorganisasi dan berpolitik.
[3] Anda bisa download dokumen ini di : www.cami24.de atau http://www.sunna.info/antiwahabies/wahhabies/htm/spy1.htm
[3b] Muhammad Ibn Abdul-Wahhab mengajarkan ajaran-ajaran yang tak pernah diajarkan oleh alim-ulama Islam sebelumnya, seperti Anti Bid’ah Yang Berlebihan, Anti Ziarah Kubur, Anti Maulud Nabi Saw, Anti Khurafat, Anti Tawassul, dan Pengkafiran atas seluruh Umat Islam kecuali golongan mereka sendiri.
Fanatisme yang ditanamkan paham Ibn Abdul Wahhab akan dapat Anda rasakan jika Anda bertemu dengan siapa pun baru pulang belajar Islam di Makkah maupun di Madinah. Dan tidak perlu jauh-jauh, di Indonesia pun ada sebuah lembaga yang mengajarkan IDEOLOGI WAHABI yang tak bisa dipungkiri merupakan ajaran paling mendasar terorisme, mengingat jiwa Takfirisme-nya.
[4] Hal ini pula yang ingin dilakukan oleh AS dan sekutu-sekutunya dinegeri-negeri Islam. (pent)
[5] Tampaknya ini pula yang sedag diusahakan oleh AS di Irak dan Afghanistan.
[6] Sebuah organisasi rahasia yang berbasis di Inggris.
Keberhasilan Barat menciptakan kelompok ini tak lepas dari PENCITRAAN Barat atas Islam sebagai sebuah agama radikal, fundamental, keras, tak bertoleransi, dengan diperkuat fakta-fakta adanya kelompok Islam radikal yang sebenarnya keberadaannya merupakan rekayasa Barat yang telah lama menciptakan kelompok ini, dan semakin mencuat ke permukaan dengan penokohan seorang teroris yang bak hantu, seorang Wahabi fanatik bernama Osamah bin Laden.
Peter Goodgame, di dalam artikelnya, The Globalists and the Islamists, mengatakan bahwa kaum Globalis mempunyai andil dalam pembentukan dan pembiayaan seluruh organisasi teroris Abad 20, termasuk Mujahidin Afghanistan. Dan sejarah muka-dua (kemunafikan) mereka masih bisa kita lihat, pada abad 18, ketika Organisasi Rahasia Inggris (British Freemasons) menciptakan sekte Wahabi Saudi Arabia, untuk tujuan imperialistis mereka.
DARI WAHABISME KE TERORISME
Agen Rahasia Inggris, Hempher, bertanggung-jawab atas pembentukkan ajaran ekstrim Wahabi, yang disebut-sebut di dalam Mir’at al-Haramain, tulisan seorang mantan panglima pemerintah Turki bernama Ayyub Sabri Pasha antara 1933-1938. Pemerintah Inggris di dalam jajahan-jajahannya sering terlibat dalam penciptaan sekte-sekte, dengan tujuan memecah-belah dan menaklukkan (to Divide and Conquer), sebagaimana kasus sekte Ahmadiyyah Qadiyyan di India pada abad 19, dan Wahabi di Arab Saudi demi menguasai Semenanjung Arab, yang akhirnya dinamai Saudi Arabia.
Rincian konspirasi ini digambarkan secara gamblang dalam dokumen “kecil” yang sudah banyak diketahui : The Memoirs of Mr. Hempher 3] yang dipublikasikan dengan berseri (dalam 7 bagian) di dalam surat kabar berbahasa Jerman, Spiegel, yang kemudian juga dipublikasikan surat kabar terkemuka Perancis. Seorang dokter Libanon menerjemahkan dokumen ini ke dalam bahasa Arab dan dari sini dokumen tersebut diterjemahkan ke bahasa Inggris dan berbagai bahasa.
Dokumen ini merupakan laporan pertanggung-jawaban tangan pertama, oleh Hempher dalam misinya untuk pemerintah Inggris, yang mengirimnya ke Timur Tengah untuk menemukan cara meruntuhkan Kesultanan Turki Utsmani (the Ottoman Empire).
Di antara cara-cara busuk pemerintah Inggris adalah mensponsori rasisme, nasionalisme, alkohol, perjudian, perzinahan, dan melucuti hijab perempuan-perempuan Muslim. Namun strategi terpenting mereka adalah ajaran-ajaran anti bid’ah ke dalam pemikiran kaum Muslim dan kemudian mengkritik Islam untuk menjadi sebuah agama teror. Untuk tujuan ini, Hempher menempatkan secara khusus seseorang bernama Muhammad Ibn Abdul-Wahhab. 3b]
Sebagai bagian strategi Memecah-belah dan Menaklukkan (Devide & Conquer), pemerintah Inggris ingin mengadu-domba Muslim Arab dengan saudara Turki mereka. Satu-satunya cara untuk mewujudkannya adalah menemukan celah atau lasan dengan menggunakan hukum Islam sehingga orang-orang Arab (badui) ini dapat menyatakan bahwa orang-orang Turki telah menyimpang dari agama Islam. Akhirnya, Muhammad bin Abdul-Wahhab dijadikan alat oleh pemerintah Inggris agar bisa menyatakan secara tidak langsung gagasan busuk ini kepada kaum Muslim Jazirah Arab ini.
Pada dasarnya, Ibn Abdul-Wahhab ini hanya menyusun gagasan sederhana dengan membid’ahkan tindakan-tindakan semisal berdoa kepada para awliya’ (kekasih Tuhan) dan mengkafirkan saudara-saudara seiman mereka, orang-orang Turki, sehingga dengan demikian orang-orang Arab badui – pengikut Ibn Abdul-Wahhab – ini dibolehkan secara hukum untuk membunuh/memerangi siapa saja (termasuk orang-orang Turki) yang menolak gagasan pembaharuan mereka dan memperbudak wanita-wanita serta anak-anak mereka.
Gagasan Ibn Abdul-Wahhab ini berlaku untuk siapa pun di dunia ini, kecuali mereka yang bersedia menerima gagasan Wahabi yang telah jauh menyimpang ini. Tentu saja Gerakan Wahabi ini tidak berarti apa-apa jika tanpa bantuan dari keluarga Saudi, yang meskipun menyatakan sebaliknya, sebenarnya mereka adalah keturunan para pedagang Yahudi (Jewish merchants) dari Irak.
Para ahli hukum dari Ahlus-Sunnah wal Jamaah pada masa itu mencap kaum Wahabi telah menyimpang dan mengutuk fanatisme dan ketidaktoleranan mereka. Meskipun demikian, kaum Wahabi justru memperlihatkan kejijikan mereka – karena menganggap diri merekalah yang sebenarnya beriman – tanpa pandang bulu membantai kaum Muslim dan non-Muslim.
Kemudian kaum Wahabi menghancurkan semua makam-makam dan tanah suci kaum Muslim. Mereka mencuri harta benda peninggalan Nabi (saw), termasuk kitab-kitab berharga, karya-karya seni dan barang-barang berharga yang tak terkira banyaknya lalu mengirimnya ke kota. Kitab-kitab kuno berharga yang ditulis di atas kulit, dijadikan sandal oleh Wahabi-wahabi kriminal ini.
Kesultanan Turki Utsmani ini berhasil mematahkan pemberontakan Wahabi yang pertama, namun sekte Wahabi ini dibangkitkan kembali di bawah kepemimpinan Saudi Faysal I. Gerakan ini kemudian dipulihkan kembali sampai sekali lagi dibinasakan pada ujung abad 19.
Setelah Perang Dunia I, wilayah-wilayah kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani dipecah-pecah menjadi rezim-rezim boneka. 4]
Karena membantu pemerintah Inggeris (pihak Barat) dalam mengikis-habis kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani, Ibn Saud dihadiahi dengan mendirikan Kerajaan Saudi Arabia (the Kingdom of Saudi Arabia) pada 1932.
Setahun kemudian, pada 1933, keluarga Saudi memberikan konsesi minyak kepada California Arabian Standard Oil Company (Casoc), yang merupakan afiliasi perusahaan minyak Standard Oil of California (Socal, sekarang Chevron), yang dikepalai oleh agen Rothschild, dan Rockefeller, yang semuanya adalah kerjasama perusahaan-perusahaan minyak Amerika Serikat. 5]
Sejak itu, Kerajaan Saudi Arabia telah menjadi sekutu paling utama Barat di Timur Tengah, tidak hanya siap menyediakan akses cadangan minyak yang berlimpah, tetapi juga melunakkan agresi Arab terhadap Israel.
Berkaitan dengan kemunafikan nyata rezim ini (Saudi), adalah perlu menindas secara brutal orang-orang yang berbeda paham dengan mereka. Aspek-aspek penting lainnya adalah MELARANG KERAS para ulama membicarakan POLITIK, agar dengan demikian tak seorang pun bisa mengkritik rezim ini.
Di dalam buku The Two Faces of Islam, Stephen Schwartz menulis, “Mereka (para pangeran dan raja Saud) senang mengunjungi kedai-kedai minuman (keras), tempat judi (casino), rumah-rumah bordil…mereka membeli mobil-mobil mewah, jet-jet pribadi, kapal pesiar yang seukuran dengan kapal perang.
Mereka menanam modal dengan membeli karya-karya seni Barat yang mereka sendiri tidak memahami atau menyukainya dan sering menyakiti perasaan ulama Wahabi. Mereka berfoya-foya sekehendak hati mereka, menjadi pelindung (patron) perbudakan seks internasional dan eksploitasi anak-anak.”
Itulah hasilnya, agar tampak mendukung Islam, rezim Saudi dan ulama-ulama bonekanya telah mengembangkan sebuah Islam versi mereka (Wahabi) yang menekankan rincian aturan-aturan agama, dengan membantu memahami realitas politik yang lebih luas.
Perilaku mereka yang mendorong penafsiran hukum-hukum Islam secara literal, secara otomatis mengijinkan Bin Laden mengeksploitasi al-Quran untuk pembenaran tindakan membunuh orang-orang yang tak berdosa.
Akhirnya, keberlimpahan petro-dollar Rothschild memenuhi koper-koper keluarga Saudi memungkinkan mereka mempropagandakan Islam versi mereka yang nilainya rendah (Wahabisme) ke seluruh penjuru dunia, terutama ke AS, di mana mereka mensubsidi di atas 80% masjid-masjid di sana, versi Islam yang menggantikan kesadaran politik pengikutnya dengan desakan dogma pada fanatisme ritual.
Pada 1999, Raja Fahd dari Kerajaan Saudi Arabia menghadiri pertemuan Bildberg, untuk mendiskusikan perannya dalam minatnya yang lebih jauh untuk pemerintahan dunia. Secara jelas, keluarga Saudi merupakan bagian dari manuver kebohongan dari The Illuminati Network. 6]
Keterlibatan mereka dalam akumulasi petro-dollar merangsang mereka untuk membiayai terorisme global, dari Afghanistan sampai Bosnia, hanya dengan tujuan agar dunia membenci dan melawan Islam.
_________________________________________
Catatan Kaki :
[1] AS, Zionis Israel & Uni-Eropa (pent.) David Livingstone, Wahhabi Terrorism To Destroy Islam – No More Islamic Than Billy Graham
[2] Istilah New World Order ini mencuat lagi ketika AS, Israel dan Uni-Eropa memaksa pemerintah Libanon mengikuti keinginan-keinginan mereka, dan menghasut mereka agar bersedia melucuti senjata Hizbullah yang berhasil mengalahkan Israel pada perang 32 hari pada Juli 2006 lalu. Barat menginginkan agar umat Islam tidak berpolitik. Sesuai pesanan Barat, syekh-syekh Wahabi termasuk Bin Baz, pun berfatwa mengharamkan berorganisasi dan berpolitik.
[3] Anda bisa download dokumen ini di : www.cami24.de atau http://www.sunna.info/antiwahabies/wahhabies/htm/spy1.htm
[3b] Muhammad Ibn Abdul-Wahhab mengajarkan ajaran-ajaran yang tak pernah diajarkan oleh alim-ulama Islam sebelumnya, seperti Anti Bid’ah Yang Berlebihan, Anti Ziarah Kubur, Anti Maulud Nabi Saw, Anti Khurafat, Anti Tawassul, dan Pengkafiran atas seluruh Umat Islam kecuali golongan mereka sendiri.
Fanatisme yang ditanamkan paham Ibn Abdul Wahhab akan dapat Anda rasakan jika Anda bertemu dengan siapa pun baru pulang belajar Islam di Makkah maupun di Madinah. Dan tidak perlu jauh-jauh, di Indonesia pun ada sebuah lembaga yang mengajarkan IDEOLOGI WAHABI yang tak bisa dipungkiri merupakan ajaran paling mendasar terorisme, mengingat jiwa Takfirisme-nya.
[4] Hal ini pula yang ingin dilakukan oleh AS dan sekutu-sekutunya dinegeri-negeri Islam. (pent)
[5] Tampaknya ini pula yang sedag diusahakan oleh AS di Irak dan Afghanistan.
[6] Sebuah organisasi rahasia yang berbasis di Inggris.